MAKALAH PENCEMARAN LAUT
Memenuhi tugas mata kuliah Pencemaran Laut yang dibimbing
oleh :
Bapak Dr. Ir. Guntur, MS.
Disusun oleh :
Nama : Arianto Choiron
NIM : 115080601111066
Kelas : I03
PROGRAM
STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
2013
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan Makalah Pencemaran Laut ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya.
Makalah ini
berisikan tentang pengetahuan mengenai pencemaran laut,
sumber pencmar,dampak pencemar dan langkah konkret untuk mengatasi dampak
pencemaran tersebut serta kebijakan-kebijakan untuk mengatasi perihal tersebut.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT.
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin
Malang, 21 April 2013
Penyusun
Pada mulanya orang berfikir bahwa
dengan melihat luasnya lautan, maka semua hasil buangan sampah dan sisa-sisa
industri yang berasal dari aktifitas manusia di daratan seluruhnya dapat di
tampung oleh lautan tanpa menimbulkan suatu akibat yang membahayakan. Bahan
pencemar yang masuk ke dalam lautan akan diencerkan dan kekuatan mencemarnya
secara perlahan-lahan akan diperlemah sehingga membuat mereka menjadi tidak
berbahaya. Dengan makin cepatnya pertumbuhan penduduk dunia dan makin
meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin banyak bahan-bahan yang
bersifat racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk dapat
dikontrol secara tepat.
Air laut adalah suatu komponen
yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari
daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat
penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang
mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut.
Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke
sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk
fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).
Kemudian, polutan tersebut yang
masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton. Fitoplankton adalah produsen
dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan. Kemudian fitoplankton
dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan dalam tubuh zooplankton lebih tinggi
dibanding dalam tubuh fitoplankton karena zooplankton memangsa fitoplankton
sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan zooplankton dimakan oleh ikan-ikan
planktivores (pemakan plankton) sebagai tropik level kedua. Ikan planktivores
dimangsa oleh ikan karnivores (pemakan ikan atau hewan) sebagai tropik level
ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator sebagai tropik level tertinggi.
Ikan predator dan ikan yang berumur panjang mengandung konsentrasi polutan
dalam tubuhnya paling tinggi di antara seluruh organisme laut. Kerang juga
mengandung logam berat yang tinggi karena cara makannya dengan menyaring air
masuk ke dalam insangnya setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan. Polutan
ikut masuk ke dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa
melebihi konsentrasi yang di air.
Polutan tersebut mengikuti rantai
makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai
ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut
tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan
makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena kesehatan manusia
sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari daerah
tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut (seafood)
yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan polutan
yang tinggi.
Salah satu polutan yang paling
berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat. WHO (World Health
Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food Agriculture
Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak
mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah
lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat
potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan
tidak sedikit yang menyebabkan kematian.
Pencemaran laut merupakan suatu
ancaman yang benar-benar harus ditangani secara sungguh-sungguh. Untuk itu,
kita perlu mengetahui apa itu pencemaran laut, bagaimana terjadinya pencemaran
laut, serta apa yang solusi yang tepat untuk menangani pencemaran laut
tersebut.
a) Apa
yang dimaksud dengan pencemaran laut?
b) Apa
yang menjadi sumber dan bahan pencemaran laut?
c) Apa
saja dampak dari pencemaran laut?
d) Apa
saja kasus Pencemaran Laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia?
e) Bagaimana
cara mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut dan kebijakan untuk
menangani perihal tersebut?
Tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu, untuk mengetahui
semua informasi tentang pencemaran laut mulai dari
definisinya, sumber, serta bahan-bahan yang mencemari laut, dampak pencemaran
laut , cara penanggulangan dan kebijakan yang diterapkan untuk mengatasi
perihal pencemaran laut dan kasus-kasus pencemaran laut yang pernah terjadi di
Indonesia dan di dunia?
Pencemaran laut
didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing)
ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus
pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil yang
kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai
ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang
terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai
yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan.
Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan
oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar sumber pencemaran
laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui
tumpahan.
2.2 Penyebab Pencemaran Laut
2.2.1 Pencemaran oleh minyak
Saat ini industri minyak
dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan kecelakaan yang mengakibatkan
tercecernya minyak dilautan hampirtidak bias dielakkan.Kapal tanker mengangkut
minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun.
Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak
mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke
pantai.
Contoh kecelakaan kapal
yang pernah terjadi :
a) Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan
100.000 burung mati
b) Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
c) Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
Pencemaran minyak
mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu
daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka
berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk
membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan
mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak.
Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik
minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat
telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.
Gambar
1. Tumpahan minyak di laut
2.2.2 Pencemaran oleh logam berat
Logam berat ialah benda padat atau cair yang
mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang
beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan.
Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal
(Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni),
merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai
permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran
logam berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi
oleh limbah buangan industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis Industri
Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
Kertas : Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Petro-chemical : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pengelantang : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pupuk : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb,
Ni, Zn
Kilang minyak : Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
Baja : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb,
Ni, Sn, Zn
Logam bukan besi : Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
Kendaraan bermotor : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb,
Sn, Zn
Semen, keramik : Cr
Tekstil : Cr
Industri kulit : Cr
Pembangkit listrik
tenaga uap : Cr, Zn
Logam berat memiliki densitas
yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat
bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat
semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air
dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia
apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak
langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam
tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai
bahaya terhadap kesehatan.
Gambar
2. Laut tercemar logam berat
A.
Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di
Indonesia
Teluk Buyat, terletak di
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing
(lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000
ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan
ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna
hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada
sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher,
payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
B.
Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di
Jepang
Kasus minamata yang
terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan ribuan orang meninggal
dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata Jepang. Industri Kimia Chisso
menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai katalisator dalam memproduksi
acetaldehyde sintesis di mana setiap memproduksi satu ton acetaldehyde
menghasilkan limbah antara 30-100 gr mercury dalam bentuk methyl mercury
(CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk Minamata.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh
organisme laut baik secara langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan.
Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan,
crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat
Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut beberapa pasien di
rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat Minamata yang
mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak telah
terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan bahkan banyak
yang meninggal dunia.
2.2.3 Pencemaran oleh sampah
Plastik telah menjadi masalah
global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan terendap di lautan. 80%
(delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat
terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II.
Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta
metrik ton.
Plastik dan turunan lain
dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan
perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas,
maupun termakan.
Jaring ikan yang terbuat
dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring ini dikenal
sebagai hantu jala sangat membahayakan
lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya.
Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan
menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
Sampah yang mengandung
kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah aliran sungai (DAS).
Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan konsentrasi yang
tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya
kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah
yang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme.
Aktifitas pernafasan
dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan oksigen khususnya pada daerah
estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan
dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim,
jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat
mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna
yang dapat hidup disitu hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah
kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga
pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar diperairan
terbuka.
Gambar
3. Pencemaran laut oleh sampah
2.2.4 Pencemaran oleh pestisida
Kerusakan yang
disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka sengaja ditebarkan
ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau
organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus
mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme yang
tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya
pestisida bisa membunuh biota air yang ada di laut.
Beberapa pestisida yang
dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang disebut
Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini termasuk golongan
yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini
kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mereka mulai
dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini
secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk di lingkungan dan akhirnya
mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi dan berbahaya bagi
organism yang hidup didaerah tersebut.
Hewan biasanya menyimpan
organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme air termasuk ikan dan
udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan tubuhnya.
Ketika pestisida masuk
ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut.
Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit,
yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk
manusia.
Gambar
4. Pencemaran laut akibat pestisida
2.2.5 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah
kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa yang mengandung
nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan
produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan
dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar
oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi
organisme lain.
Muara merupakan wilayah
yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari
tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini
kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk
di muara.
The World Resources
Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen) wilayah
pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi
di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat,
dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya
alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh ikan dan mamalia laut
serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik.
Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
2.2.6 Pencemaran akibat peningkatan keasaman
Dewasa ini sangat banyak
kegiatan manusia yang menyebabkan polusi udara, tanah dan air, yang disebabkan
oleh limbah pabrik, industri, asap kendaraan, dan banyak lagi. Salah satu
contoh adalah semakin banyak karbon dioksida memasuki atmosfer bumi, maka karbondioksida
yang kita hasilkan sehari-hari dapat menyebabkan hujan asam dan juga
meningkatkan kadar keasaman laut menjadi lebih asam. Potensi peningkatan
keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya
untuk membentuk cangkang atau rangka. Perubahan iklim juga akan berdampak buruk
pada ekosistem di lautan . Jika air laut semakin memanas, maka akan terjadi
peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang paling rentan
menghadapi peningkatan keasaman ini .
Menurut Dr. Nerilie
Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu karang seperti sedang
mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon Dioksida yang dipompakan ke
atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih asam lagi.
Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut karena
asam tadi. Persoalan perubahan suhu maupun berbagai perubahan lain yang dialami
lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Di masa lalu hal ini sudah
barangkali terjadi, nemun perbedaannya adalah saat ini perubahan suhu tersebut
dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab alami
Gambar
5. Terumbu karang yang rusak
2.2.7 Pencemaran akibat polusi kebisingan
Kehidupan laut dapat
rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber seperti kapal yang
lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut.
Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki
penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh
informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih
dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien
kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali
lipat).
Sumber suara di laut
antara lain :
1.
Sumber alami
Suara di laut yang
timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses fisika serta proses
biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api dan
gempa bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis misalnya
suara dari mamalia laut dan ikan.
2.
Lalu lintas kapal
Banyak dari kapal-kapal yang
beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang berpengaruh pada ekosistem laut
dan umumnya berada pada batasan suara 1000Hz. Kapal-kapal Tanker Besar yang
beroperasi mengangkut minyak biasanya mengeluarkan suara dengan level 190
desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk ukuran kapal yang lebih kecil
biasanya hanya menimbulkan gelombang suara sekitar160-170 desibel. Kapal-kapal
ini menimbulkan sejenis tembok virtual yang disebut “white noise” yang memiliki
kebisingan konstan. White noise dapat menghalangi komunikasi antara mamalia di
laut sampai batas untuk area yang lebih kecil. Selain kapal Tanker juga
Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo yang membawa petikemas memiliki
kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran suara di laut.
3.
Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak
Kegiatan eksplorasi dan
ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan survei seismik, pembangunan
anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll. Kebanyakan dari survei seismik
saat ini menggunakan airguns sebagai sumber suara, alat ini merupakan alat
berisi udara yang memproduksi sinyal akustik dengan cepat mengeluarkan udara
terkompresi ke dalam kolom air. Metoda tersebut dapat menciptakan suara dengan
intensitas sampai dengan 255 desibel. Pengaruhnya terhadap hewan lainnya juga
dapat menimbulkan kerusakan pendengaran akibat dari tekanan air yang ditimbulkan.
Seperti layaknya penggunaan dinamit, airguns juga berpengaruh terhadap
pendengaran manusia secara langsung. Pulsa sinyal akustik ini dapat menimbulkan
konflik terhadap mamalia laut, seperti misalnya paus jenis mysticete, sperm,
dan beaked yang menggunakan frekuensi suara yang rendah.
Begitu juga dalam
aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak dimana dalam operasionalnya
setiap hari banyak menghasilkan suara serta menimbulkan kebisingan yang
beresiko bagi mamalia laut.
4.
Penelitian Oseanografi dan Perikanan
Pernah diadakan survei dengan
menggunakan Acoustic Thermography of Ocean Climate (ATOC) dimana digunakan
kanal suara untuk memperlihatkan rata-rata temperatur laut. Sistem ini
digunakan untuk penelitian mengenai faktor temperatur laut. Akibatnya terhadap
hewan-hewan di laut terbukti bahwa mereka bergerak menjauh (terutama Paus jenis
tertentu) namun selang beberapa saat mereka kembali untuk mencari makanan.
Deruman dari Speaker yang dipasang berkekuatan 220 desibel tepat di sumbernya,
dan terdeteksi sampai dengan 11000 mil jauhnya.
Dari penyebab diatas
terdapat juga penyebab lainnya yang tidak disebutkan di sini, salah satunya
adalah kegiatan perikanan para nelayan yang menggunakan peledak atau pukat
harimau yang tidak hanya menimbulkan polusi suara namun juga merusak secara
langsung ekosistem di laut itu sendiri.
5.
Kegiatan militer
Ada beberapa aktivitas yang
dilakukan militer yang menghasilkan sumber suara yang menimbulkan kebisingan di
laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas kapal naval milik US.Army yang
menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan dalam aktivitas rutin. Angkatan
Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan suatu sistem yang dinamakan Low
Frequency Active Sonnars (LFA) untuk keperluan militernya. Dalam penggunaannya,
terbukti bahwa terdapat beberapa efek negatif terhadap kehidupan dan perilaku
mamalia di lautan. Terhadap ikan paus efek tersebut ternyata mengganggu jalur
migrasi dan untuk jenis ikan paus biru dan ikan paus sirip adalah terhentinya
proses komunikasi satu sama lain. Bahkan setelah melalui beberapa penelitian,
maka pengunaan LFA tersebut juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Beberapa penyelam NAVY yang menerima transmisi dari sekitar 160 desibel akibat
sistem tersebut terbukti terkena gangguan seperti vertigo, gangguan terhadap
gerakan tubuh serta gangguan di daerah perut dan dada.
Bukti-bukti lainnya dari pengaruh
akibat sonar yang dihasilkan ini di sebutkan oleh Vonk and Martin (1989),
Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998) dan Frantzis and Cebrian
(1999) mereka menganggap bunyi keras yang ditimbulkan oleh aktifitas militer
ini telah menyebabkan terdamparnya paus jenis beaked di Pulau Canary dan Laut
Ionia. Selain itu paus jenis sperm mengalami perubahan kelakuan dalam
vokalisasi dalam merespons sonar ini.
Pendamparan lainnya terjadi pada
bulan maret 2000 di Bahama, 17 mamalia laut( termasuk 2 spesies paus jenis
beaked dan minke). Pendamparan ini terjadi akibat latihan militer Amerika yang
menggunakan sonar.
2.3 Dampak pencemaran laut
2.3.1 Logam berat
WHO (World Health
Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food Agriculture
Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengonsumsi
makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama
dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan
memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit
yang menyebabkan kematian.
Bahaya yang Dapat
Ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh Manusia : Barium (Ba): Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar
pada temperatur ruang. Jangka panjang, menyebabkan naiknya tekanan darah dan
terganggunya sistem syaraf.
· Cadmium (Cd): Dalam
bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari udara atau uap. Dapat
menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka panjang,
terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat menyebabkan
hipertensi
· Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat
karsinogenik dan korosif pada jaringan tubuh. Jangka panjang, peningkatan
sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal
· Timbal (Pb): Beracun
jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka panjang, menyebabkan
kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran
· Raksa (Hg): Sangat
beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap. Jangka panjang,
beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan pada kelahiran.
· Perak (Ag): Beracun. Jangka panjang,
pelunturan abu-abu permanen pada kulit, mata dan membran mukosa (mucus)
2.3.2 Tumpahan minyak
Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan
burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup
minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak
minum minyak dan mencemari diri sendiri serta dapat menyebabkan keracunan pada
burung tersebut.
Banyak hewan yang hidup pada atau di
laut mengonsumsi plastik karena tak jarang plastik yang terdapat di laut akan
tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat dicerna dan akan
terus berada pada organ pencernaan hewan ini,
sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui
kelaparan atau infeksi. Selain berpengaruh terhadap kesehatan biota laut,
adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap kesehatan manusia. Penyakit yang
paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah bersentuhan dengan air
laut, dll.
Pengaruh pestisida terhadap
kehidupan organisme air :
v
Penumpukan pestisida
dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi system syaraf
pusat.
v
Bahan aktifnya selain
bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat merubah tingkah laku ikan dan
menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan.
v
Daya racun berkisar dari
rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun pestisida
dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati), dll.
2.3.5 Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah perairan menjadi
terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga dan fitoplankton yang saling
berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan
fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara massal, serta terjadi kompetisi dalam mengonsumsi O2
karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa respirasi
menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan
menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
2.3.6 Peningkatan keasaman
Selain menyebabkan
kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut terpengaruh karena perubahan itu,
khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki tulang karbonat kalsium dan yang
menjadi sumber makanan bagi penghuni laut lainnya. Satu miliar orang yang
bergantung pada ikan sebagai sumber utama penghasil protein akan terkena dampak
dari peningkatan keasama laut tersebut.
2.3.7 Polusi kebisingan
Gangguan bunyi-bunyi dapat saja
menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat berbentrokan atau bahkan
menghalangi suara/bunyi biologi yang penting, yang menjadikan tidak terdeteksi
oleh mamalia laut. Padahal seperti diketahui bahwa suara-suara biologi ini
penting seperti untuk mencari mangsa, navigasi, komunikasi antara ibu dan anak,
untuk manarik perhatian, atau melemahkan mangsa.
2.4 Pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran laut
Upaya pencegahan maupun penanggulangan
pemcemaran laut telah diatur oleh pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU
PERUSAKAN LAUT :
a. Pencegahan terjadinya pencemaran laut
Berikut ini adalah
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran laut :
Ø
Tidak membuang sampah ke
laut
Ø
Penggunaan pestisida
secukupnya
Ø
Yang paling sering di
temukan pada saat pembersihan pantai dan laut adalah puntung rokok. Selalu
biasakan untuk tidak membuang puntung rokok di sekitar laut.
Ø
Kurangi penggunaan
plastik
Ø
Jangan tinggalkan tali
pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing di laut.
Ø
Setiap industri atau
pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
Ø
Menggunakan pertambangan
ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup.
Ø
Pendaurulangan sampah
organik
Ø
Tidak menggunakan
deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi tanaman air
seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air.
Ø
Penegakan hukum serta
pembenahan kebijakan pemerintah
b. Penanggulangan pencemaran laut :
Ø
Melakukan proses
bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu menetralisir pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan
minyak dari ledakan ladang minyak.
Ø
Fitoremediasi dengan
menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat juga ditempuh. Salah satu
tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-api (Avicennia marina). Pohon
Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat yang tinggi.
Ø
Melakukan pembersihan
laut secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat
Usaha yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut
diantaranya adalah :
1.
Meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya laut bagi
kehidupan.
2. Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan
melestarikan laut beserta isinya.
3. Tidak
membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4. Tidak
menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan
lain-lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5.Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan
limbah produksi pabrik yang akan mencemari laut.
Konvensi Internasional yang menangani regulasi
mengenai Pencemaran laut berdasarkan catatan Rusmana (2012) adalah
A. United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS) Konvensi Hukum Laut 1982 adalah
merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yang disetujui di montego
Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982[9]. Konvensi Hukum Laut 1982 secara lengkap mengatur perlindungan
dan pelestarian lingkungan laut (protection and preservation of the marine
environment) yang terdapat dalam Pasal 192-237.
Pasal 192 berbunyi : yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban
untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan
prinsip penting dalam pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip
yang berbunyi : bahwa setiap Negara mempunyai hak berdaulat untuk
mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan lingkungan mereka
dan sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan melestarikan lingkungan
laut.
Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya
guna mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control)
pencemaran lingkungan laut dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran
dari pembuangan limbah berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (land-based
sources), dumping, dari kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi.
Dalam berbagai upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran
lingkungan tersebut setiap Negara harus melakukan kerja sama baik kerja sama
regional maupun global sebagaimana yang diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi
Hukum Laut 1982.
B. International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (Civil Liability
Convention)
Konvensi Internasional Mengenai Pertanggungjawaban
Perdata Terhadap Pencemaran Minyak di Laut (International Convention on
Civil Liability for Oil Pollution Damage). CLC 1969 merupakan konvensi yang
mengatur tentang ganti rugi pencemaran laut oleh minyak karena kecelakaan kapal
tanker. Konvensi ini berlaku untuk pencemaran lingkungan laut di laut
territorial Negara peserta. Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran
lingkungan laut maka prinsip yang dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak.
C.
Convention
on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of
Wastes and
Other Matter 1972 (London Dumping Convention)
London Dumping Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah
terjadinya Pembuangan (dumping), yang dimaksud adalah
pembuangan limbah yang berbahaya baik itu dari kapal laut, pesawat udara
ataupun pabrik industri. Para Negara konvensi berkewajiban untuk memperhatikan
tindakan dumping tersebut. Dumping dapat menyebabkan pencemaran laut yang
mengakibatkan ancaman kesehatan bagi manusia, merusak ekosistem dan mengganggu
kenyamanan lintasan di laut.
Beberapa jenis limbah berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam
London Dumping Convention adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa
residu minyak, bahan campuran radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari
tindakan dumping ini adalah apabila ada “foce majeur”, yaitu
dimana pada suatu keadaan terdapat hal yang membahayakan kehidupan manusia atau
keadaan yang dapat mengakibatkan keselamatan bagi kapal-kapal.
D.
The
International Covention on Oil Pollution Preparedness
Response And
Cooperation 1990 (OPRC)
OPRC adalah sebuah konvensi kerjasama internasional menanggulangi
pencemaran laut dikarenakan tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya.
Dari pengertian yang ada, maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan
cepat memberikan bantuan ataupun pertolongan bagi korban pencemaran laut
tersebut, pertolongan tersebut dengan cara penyediaan peralatan bantuan agar
upaya pemulihan dan evakuasi korban dapat ditanggulangi dengan segera.
E.
International Convention for the
Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine Pollution)
Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari
kapal,1973 sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan
tujuan untuk meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut
melalui penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan
meminimalkan pembuangan zat-zat tersebut tanpa disengaja.
International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 yang kemudian disempurnakan
dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama MARPOL
1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi
regulasi-regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap :
a.
Annex I : Prevention of
pollution by oil ( 2 October 1983 )
Total hydrocarbons (oily waters,
crude, bilge water, used oils, dll) yang diizinkan untuk dibuang ke laut oleh
sebuah kapal adalah tidak boleh melebihi 1/15000 dari total muatan kapal.
Sebagai tambahan, pembuangan limbah tidak boleh melebihi 60 liter setiap mil
perjalanan kapal dan dihitung setelah kapal berjarak lebih 50 mil dari tepi
pantai terdekat. Register Kapal harus memuat daftar jenis sampah yang
dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah minyak yang ada. Register Kapal harus
dilaporkan ke pejabat pelabuhan.
b.
Annex II : Control of
pollution by noxious liquid substances
( 6 April 1987 )
Aturan ini memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke
laut, hanya dapat disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di pelabuhan.
Pelarangan pembuangan limbah dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat.
c.
Annex III : Prevention
of pollution by harmful substances in packaged form ( 1 July 1992 )
Aturan tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan
standar pengemasan, pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah
berbahaya yang dihasilkan kapal ketika sedang berlayar
d.
Annex IV : Prevention
of pollution by sewage from ships
( 27 September 2003 )
Aturan ini khusus untuk faecal waters dan aturan
kontaminasi yang dapat diterima pada tingkatan (batasan) tertentu. Cairan
pembunuh kuman (disinfektan) dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih dari 4
mil laut dari pantai terdekat. Air buangan yang tidak diolah dapat dibuang ke
laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari pantai terdekat dengan syarat kapal berlayar
dengan kecepatan 4 knot.
e.
Annex V : Prevention of pollution by garbage from ships ( 31 december 1988)
Aturan yang
mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut.
f.
Annex IV : Prevention of air pollution by ships
Aturan ini tidak dapat efektif
dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang meratifiskasi (menandatangani
persetujuan.)
MARPOL 1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminimum mungkin minyak
yang mencemari laut. Tetapi, kemudian pada tahun 1984 dilakukan beberapa
modifikasi yang menitik-beratkan pencegahan hanya pada kagiatan operasi kapal
tangki pada Annex I dan yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapai
dengan Oily Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring
Systems.
3.1 Kesimpulan
a) Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa
masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan,
atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi
memberi efek berbahaya.
b) Penyebab
pencemaran laut yaitu :
Ø
Pencemaran oleh minyak
Ø Pencemaran
oleh logam berat
Ø Pencemaran
oleh sampah
Ø Pencemaran
oleh pestisida
Ø Pencemaran akibat
proses Eutrofikasi
Ø Pencemaran
akibat peningkatan keasaman
Ø Pencemaran
akibat polusi kebisingan
c) Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di
Indonesia yaitu di Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa
penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
d) Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran
laut telah diatur oleh pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
e)
GESAMP, 1978. Report and Studies. Joint
Group of Experts on the Scientific Aspec of Marine Pollution.
IMCO/I-AO/UNESCO-WHO/IAEA/UN/UNDP/10.
Rahim S.W., 1998. Kajian Distribusi Cemaran Minyak di Sekitar Pelabuhan Pertamina Ujung
Pandang. Skripsi
Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Romimohtarto, 1991. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,Jakarta.
Sloan, N. A., 1993. Effect
of Oil on Marine Resources : Worldwide Literature
Review Relevent to Indonesia. Environmental Management
Development in Indonesia Project (EMDI). EMDI Report,
32. Jakarta dan Halifax Dallhouse University.